Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas
dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah ekseluruhan hubungan-hubungan
dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Dalam
arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek
tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya.
Masyarakat harus mempunyai syarat-syarat
berikut :
- Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak,
- telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama
disuatu daerah tertentu
- adanya aturan-aturan atau undang-undang yang
mengatur mereka untuk menuju pada kepentingan dan tujuan bersama.
Dipandang dari cara terbentuknya,
masyarakat dapat dibagi dalam :
- masyarakat paksaan, misalnya Negara, masyarakat
tawanan, dan lain-lain
- masyarakat merdeka, yagn terbagi dalam :
- masyarakat nature, yaitu masyarakat yang terjadi
dengan sendirinya, seperti gerombolan, suku, dll
- masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi
karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya koperasi.
Masyarakat
perkotaan sering
disebut urban community. ciri – ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
- kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
- orang kota umumnya dapat mengurus dirinya
sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain.
- pembagian
kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas
- kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak
- interaksi
yang terjadi lebih banyak berdasarkan pada factor kepentingan dari factor
pribadi
- pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting
- perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di
kota-kota
Perbedaan
desa dan kota
- jumlah dan
kepadatan penduduk
- lingkungan
hidup
- mata
pencaharian
- corak
kehidupan sosial
- stratifikasi
sosial
- mobilitas
sosial
- pola
interaksi sosial
- solidaritas
sosial
- kedudukan
dalam hierarki administrasi nasional
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu
sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya
terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena diantara mereka
saling membutuhkan.
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu
lingkungan perkotaan seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
Wisma, Karya, Marga, Suka, Penyempurna
Kota secara internal pada hakekatnya
merupakan suatu organisme, yakni kesatuan integral dari tiga komponen meliputi
penduduk, kegiatan usaha dan wadah. Ketiganya saling terkait, pengaruh
mempengaruhi. oleh karenanya
suatu pengembangan yang tidak seimbang antra ketiganya, akan menimbulkan
kondisi kota yang tidak positif.
Masyarakat
Pedesaan
Yang
dimaksud dengan desa adalah merupakan perwujudan atau kesatuan geografi,
sosial, ekonomi, politik dan cultural yang terdapat disuatu daerah dalam
hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain. cirri-ciri
sebagai berikut :
- Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal
antara ribuan jiwa
- Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan
terhadap kebiasaan
- Cara
berusaha (ekonomi) aalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi
alam sekitar.
Slamet
adalah seorang karyawan sebuah perusahaan yang terletak di salah satu tempat di
Jakarta. Ia berasal dari desa. Sebagai seorang perantau, ia bisa dikatakan
sudah agak mapan. Ia bisa menyewa sebuah rumah. Pun pula ia bisa menyisihkan
sebagian pendapatannya untuk dikirimkan ke desa. Bahkan, pada waktu banyak
karyawan di-PHK karena tuntutan ekonomi pasar, ia masih bisa bernafas lega. Ia
tidak terkena PHK. Meskipun demikian, ia sendiri memahami dirinya belum sukses.
Cita-citanya untuk hidup berkecukupan, dirasanya belum tercapai.
Slamet
“dipaksa” oleh situasi untuk mencari penghidupan di kota. Orang tuanya, yang
adalah petani, tidak bisa “membuktikan” pada dirinya, bahwa pertanian
menjanjikan perbaikan hidup secara cepat dan nikmat. Memang, rumah orang tuanya
yang dahulu berdinding anyaman bambu perlahan-lahan bisa menjadi berdinding
tembok. Akan tetapi, itu membutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan
tahun. Ia berpikir, bila ia merantau ke kota, pasti akan lain. Hal itu ia
buktikan sesudah di kota beberapa waktu. Ia bisa mengirim ke orang tuanya di
desa berbagai perlengkapan rumah tangga, yang baginya amat sulit diadakan jika
ia masih menjadi petani di situ.
Itulah
sepenggal fiktif orang desa yang merantau ke kota. Kisah senada, kemungkinan
besar teralami oleh para perantau dari desa yang berada di Jakarta (dan kota
lainnya), dengan perbedaan di sana-sini. Akan tetapi, upaya untuk memperbaiki
hidup (ekonomi) kiranya menjadi benang merah dari kisah-kisah itu.
Slamet
(dan para perantau lain) hanyalah korban dari sebuah kepincangan kebijakan
pembangunan ekonomi rakyat. Selama ini, pembangunan yang menunjang perekonomian
lebih digencarkan di perkotaan. Tak ayal lagi, orang-orang desa menoleh ke
kecermelangan kota. Ia juga sebuah korban dari kebijakan yang lebih
menitikberatkan pembangunan fisik dari pada mental. Ia juga korban dari
pandangan salah bahwa (orang) kota lebih bergengsi dari pada (orang) desa. Ia
juga hanyalah korban dari pandangan salah bahwa tani adalah pekerjaan yang
kotor. Dan akhirnya, ia hanyalah seorang manusia yang berusaha memaknai
hidupnya dengan cara yang menurutnya paling memungkinkan di tengah persaingan
hidup yang keras.
Bagaimanapun
Slamet adalah kisah sukses orang yang merantau ke kota. Akan tetapi di balik
kesuksesannya, ada kisah-kisah menyedihkan. Semua yang berangkat ke Jakarta
(kota) merindukan pekerjaan untuk menyambung hidup secara layak. Ternyata
Jakarta tidak mampu menjawab kerinduan semua, hanya sebagian saja. Banyak orang
(bisa para perantau dan bisa juga penduduk asli), yang entah karena dari
SDM-nya kurang, atau karena tak ada relasi personal, atau karena penyebab lain,
kalah dalam persaingan untuk memperebutkan pekerjaan terbatas yang ditawarkan
Jakarta. Akhirnya dengan terpaksa sekali, mereka menjadi gelandangan, anak
jalanan, perampok, pencopet, pemeras, pemalak dan sebagainya yang menjadi
pertanda adanya masalah sosial yang serius.
Slamet
(pasti) tidak menyadari bahwa kesuksesannya, secara tidak langsung turut
memperparah masalah sosial perkotaan. Ia tidak sadar bahwa dirinya telah menghilangkan
kesempatan satu penduduk asli untuk mendapatkan pekerjaan. Ia tidak menyadari
bahwa tanah pertanian yang ditinggalkannya, bila diupayakan dengan kerja keras
dan ulet, mampu memberikan penghidupan yang layak. Ia tidak menyadari bahwa
tani adalah pekerjaan yang juga mulia seperti pekerjaan-pekerjaan lainnya. Ia
tidak menyadari bahwa derajad orang desa sama dengan orang kota. Ia tidak
menyadari bahwa dirinya bisa sedikit mengurangi masalah sosial perkotaan yang
kian memprihatinkan. Ia tidak mampu menyadari itu semua, karena faktor-faktor
eksternal telah mengkondisikannya.
Dewasa
ini, Slamet-Slamet yang lain ingin menyusul Slamet yang sudah berhasil. Bila
proses urbanisasi ini berjalan terus, tidak ayal lagi, masalah sosial perkotaan
dan sekaligus juga masalah sosial pedesaan yang telah demikian besar, akan
semakin besar dan rumit. Kurbannya tiada lain adalah saudara-saudara kita
sendiri, yakni mereka yang tak mampu bersaing. (Tentu, amat disadari bahwa
urbanisasi hanyalah salah satu faktor dari banyak faktor yang menumbuhkan
masalah sosial).
Pemerintah
yang salah satu fungsinya menyejahterakan seluruh rakyat, hendaknya membuat
kebijakan pembangunan secara seimbang, misalnya: antara yang fisik dengan yang
mental, antara perkotaan dan pedesaan. Tentu saja, dalam situasi sosial
sekarang yang sudah terlanjur dipenuhi dengan masalah-masalah sosial yang
pelik, keseimbangan pembangunan tersebut bukanlah sebuah hal yang mudah untuk
dilaksanakan. Pun pula tetap disadari, ada banyak juga masalah lain yang harus
ditangani. Akan tetapi, bila perimbangan pembangunan tidak dilakukan, bisa
diramalkan situasi sosial yang akan kita (dan anak cucu kita) hadapi di masa
mendatang.
Rasanya,
semua saja dari kita, –yang bukan unsur pemerintah– tidak bisa cuci tangan dan
melemparkan tanggung jawab pada pemerintah begitu saja dalam menyikapi masalah
ini. Oleh panggilan manusiawi sebagai makhluk sosial dan kewajiban sebagai
warga negara, kita pun hendaknya turut menyikapi masalah sosial secara dewasa
dengan cara dan kondisi kita masing-masing. Perlu diingat, mereka yang ada
dalam lingkaran masalah-masalah sosial adalah juga saudara-saudara kita.
Kesimpulan
Manusia menjalani
kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri dalam
artian butuh bantuan dan pertolongan orang lain , maka dari itu manusia disebut
makhluk sosial, sesuai dengan Firman Allah SWT yang artinya : “ Wahai manusia!
Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal
Sehubungan dengan
itu, barangkali kita berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi
diatas hanya terjadi dikota saja, ternyata problem yang tidak jauh beda ada
didesa, yang kita sangka adalah tempat yang aman, tenang dan berakhlak
(manusiawi), ternyata telah tersusupi oleh kehidupan kota yang serba boleh dan
bebas itu disatu pihak masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan
desa, karena masyarakat desa yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat
marjinal dan bagi desa pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang
produktif di desa menjadi berkurang yang membuat sebuah desa tak maju bahkan
cenderung tertinggal.
0 komentar:
Posting Komentar